Satria
Jaka Psb
Suara kicauan burung, desiran dedaunan dan anak-anak
yang menangis menjerit karena ditinggal oleh ibu. Hm, aku kembali pada masa
lalu. Masa dimana bau keringat ibu selalu kuciumi. Masa kanak yang sedang
bergelut dengan berbagai permainan tradisional. Masa dimana aku masih menjadi
aku yang utuh. Masa dimana jernihnya air laut untuk kami renangi. Bersama tubuh
dan hati yang masih telanjang.
Masih tentang kerinduan. Kerinduan yang telah
terpaku di hatiku. Yang selama ini masih membatu karena beribu impian yang
menggantung. Adalah masa kanak-kanak bersama suara-suara yang berkejaran,
bersama kaki-kaki yang berlarian dan tangan-tangan yang saling berpegangan.
Adalah rindu yang terus membuncak pada satu tempat aku dibesarkan.
Kerinduan itu semakin membumbung setelah lama di
perantauan. Tak ada lagi teman, yang sudah menemani tidurku, yang selalu
menjadi penghiburku, juga lawanku. Ialah saudara-saudara kandungku. Setelah
kejadian itu, semua benar-benar berubah. Tak pernah lagi terasa kehangatan, tak
pernah lagi merangkul kasih sayang. Semua hampir hilang.
Hm, aku adalah aku yang baru. Ingin terus baru.
Selamanya akan baru. Ingin menjemput mimpi yang dulu menyapaku. Akan kutandangi
satu persatu dengan tekad dan semangat yang membatu. Jika kau ingin menjadi
aku, jadilah sekuat batu. Dan kau harus selembut dan seputih kapas. Jika kau
ingin.
Aku akan menjemput rindu di sudut kotaku. Meski tak
ada lagi tanah lapang tempatku (kami) bermain dulu. Meski telah musnah
permainan yang kami cari sampai ke Ujung Batu. Dan tak ada lagi keakraban yang
selalu menyapa. Inilah kota lamaku, kota yang telah menjelma sebagai tuan raja.
Kota yang berjubah emas. kota, negeri berbilang kaum.
Satu jam menulis serentak FLP. Rumcay FLP Sumut.
0 komentar:
Posting Komentar