Minggu, 07 Oktober 2012

CATATAN (SISWA ADALAH ANAKKU)


Kebaikan yang dilakukan tanpa mengharap sesuatu apapun pasti akan mendapatkan kebahagiaan tersendiri. Aku sering bingung setiap kali akan berangkat dari rumah menuju sekolah, untuk perbekalan yang sudah dipersiapkan apakah sudah cukup atau justru belum matang. Jujur saja, tidak banyak yang kupersiapkan setiap kali akan mengajari murid-muridku. Tapi setiap kali pulang sekolah, selalu ada tersisa kegembiraan dari pertemuan di hari itu, yang membuat berat hati untuk membiarkan anak-anak pulang dan kembali ke rumah. Rasanya ingin terus bersama mereka, dan selalu merindukan mereka setiap kali pulang sekolah. Jika hari itu ada amarah yang membuncak dariku karena kesalahan atau ketidak-sabaranku dalam mengajar, acap kali itu menjadi penyesalan yang sangat membuatku akan terus memikirkannya setiap kali sampai ke rumah. Ini merupakan suatu keindahan bagiku ketika aku telah memutuskan memilih untuk menjadi guru.

Ada banyak kegembiraan yang dapat melalaikanku dari dunia luar yang selama ini mungkin telah memikatku atau dunia yang mudah menggodaiku dengan keindahan dan ketertarikan atas diriku yang dulu. Karena ada banyak hal yang telah membuat aku jatuh cinta untuk terus berada di sekolah bersama anak-anak murid. Ternyata aku sangat menyukai anak kecil bukan karena mereka lucu, bukan karena mereka polos. Tapi karena mereka sangat jujur untuk mengungkapkan hal-hal yang mereka amati. Ini yang membuatku akan terus berhati-hati dalam bersikap, karena ternyata setiap guru bagi mereka adalah idola, adalah contoh, adalah orang yang paling sempurna. Maka, kebahagiaanku selanjutnya adalah kesiapanku sebagai idola.

Kebahagiaan yang selanjutnya adalah rasa haru. Seringkali aku terharu dan ingin meneteskan air mata di hadapan murid-muridku. Karena setiap apa yang aku ajarkan, apa yang aku berikan, dan apa saja yang aku contohkan selalu berbuah manis. Contohnya saja, beberapa hari yang lalu aku membuat sebuah game klasikal secara spontan, aku mengambil bola lalu melemparkan dan harus ditangkap, ternyata dalam catatan harian mereka permainan itu sangat berbekas dan sangat disukai. Lalu keesokan harinya aku bingung ingin memberikan gema klasikal apalagi, dan mereka meminta untuk bermain game yang sama seperti kemarin (bagiku itu akan menimbulkan kebosanan untuk mereka), lalu secara spontan kuberikan sebuah permainan yang sebenarnya sangat tidak menarik tapi setelah kubaca di catatan harian mereka itu menjadi menarik karena semangat penyampaianku, ini sungguh hal yang mengharukan ketika aku membaca “terima kasih buya”, aku membayangkan wajah mereka mengucapkan itu. Lalu beberapa hari setelahnya, aku membuat sebuah yel-yel baru dalam bahasa arab untuk mereka. Ketika aku menuliskan yel-yel tersebut di papan tulis dan mencontohkannya, mereka kelihatan kurang semangat dan mengeluh kepanjangan, hingga akhirnya membuat aku sedikit kecewa dan kurang semangat (tapi karena sudah kutuliskan, maka aku tak ingin berputus asa). Setelah keesokan harinya, saat guru bahasa arab masuk dan memberikan klasikal , lalu bertanya kabar dalam bahasa arab, mereka secara serentak dan sangat bersemangat mengucapkan yel-yel yang baru diajarkan kemarin. Ini membuat bulu kudukku merinding dan benar-benar tak bisa ditahan membuat mataku berkaca-kaca, tambah lagi gurunya bertanya siapa yang mengajarkan dan mereka serentak menjawab dan menunjuk ke arahku “BUYA.....”

0 komentar:

Posting Komentar