Oleh:
Jaka Satria Pasaribu
Untuk
Afgan Syahreza
/I/
Aku hanya ingin mengagumimu dengan sederhana
seperti kau menganggapku biasa
layaknya nada yang tercipta melalui suara cinta dari
rahim jiwamu
selembut cerita yang selalu kau tuturkan lewat lagu.
Aku ingin sederhana, sesederhana kau mengartikan
sebuah cinta
pada lekatnya lesung di pipimu saat senyum kau
hadiahkan padaku
aku tak mampu mengartikan diri sebagai kau
jua tak sanggup merapalkan mantra penawar pilu untuk
menahan rindu
aku hanya tak ingin kau sebut sebagai api yang terus
menyala dalam gelombang ketenaran sesaat
lalu padam menyisakan debu yang terbang menjadi
awan,
terus merapalkan doa “siapakah angin yang telah
membawaku sampai ke arah pagi, lalu menjelma hujan?”
dan rindu itu terus berulang
/II/
Suaramu menjelma hujan yang selalu kunanti
berlari menyusup setiap celah lalu bernyanyi
aku tak ingin sakit lalu mati dalam gelombangnya
aku hanya ingin basah dengan lagu yang kau nyanyikan
kemudian kita berdua berdansa sampai tanah berubah
cinta
“inilah tanah yang seharusnya kita bawa, kita
lekatkan di jiwamu-jiwaku”
kakikita semakin lincah mengatur langkah mencari
jejak rindu yang telah basah.
Suaramu kini berubah malam yang memaksaku untuk tetap
tidur di hatimu
kau selalu mengintaiku dalam doa penghantar tidur
kemudian menjadi mimpi yang paling kutakuti
kuharus sadari, karena aku menyukaimu
aku bisa berdamai dengan rasa takutku
aku dan kau, kita
adalah perbedaan yang belum bisa berdamai dengan
waktu
sampai ia menjadi entah
Medan. 2012